BUKAN APEL!!! INILAH BUAH SURGA YANG DIMAKAN OLEH ADAM DAN HAWA MENURUT AHLI
Sumber:www.en.wikipedia.org
TAFSIR BUAH SURGA
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D Selama ini buah terlarang (forbidden fruit) yang dimakan Adam dan Hawa sehingga mereka terusir dari surga selalu digambarkan sebagai buah apel. Namun belakangan penafsiran terbaru dari para ahli justru memberitahu kita bukan apel yang dimakan Adam dan Hawa melainkan buah yang lain. Dan Koeppel(2008) dalam bukunya yang berjudul “Banana: The Fate of the Fruit That Changed the World” berhasil melacak jejak mengapa apel diidentikkan dengan buah terlarang yang dimakan oleh Adam dan Hawa. Koeppel berdasarkan analisis para ahli sampai pada kesimpulan bahwa bukan apel yang dimakan Adam dan Hawa, melainkan “pisang”.
Koeppel telah meneliti teks Alkitab kuno yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Hasilnya ia tidak menemukan satu kata pun “buah apel” dalam teks Alkitab kuno tersebut. Dalam pencarian lanjutannya, ia menemukan fakta sejarah bahwa akar kesalahpahaman apel diasumsikan sebagai buah terlarang, ternyata dimulai pada abad ke-5 Masehi. Dikisahkan terdapat seorang santo bernama “Jerome” di Roma, yang juga berprofesi sebagai arkeolog, pustakawan dan sarjana. Ia ditugaskan menyusun sebuah buku Alkitab berbahasa Latin (Vulgata Bible) di bawah pengawasan Paus Damasus I. Enam abad kemudian, tepatnya tahun 1455, Johannes Gutenberg mencetak massal Alkitab bahasa Latin berdasarkan terjemahan Jerome itu untuk konsumsi publik.
Diinformasikan oleh Koeppel, bahwa Jerome memilih kata “malum” dari bahasa Latin, untuk menerjemahkan “buah terlarang atau buah kebaikan dan kejahatan dari surga”. Di sinilah masalahnya, bahasa Latin sama dengan bahasa Inggris dan bahasa-bahasa yang lain. Ia memiliki kesamaan bunyi tetapi memiliki makna yang berbeda sesuai konteks dalam beberapa kata (homonim). Kata “malum” dalam bahasa Latin yang dipilih Jerome dalam konteksnya, menurut arkeolog Alkitab, Schneir Levin, memiliki makna yang hampir sama dengan kata “malicious(jahat)”. Kata malum juga bisa diterjemahkan menjadi “apel” (yang akar katanya berasal dari bahasa Yunani dari buah “melon”). Akibatnya, para seniman lukis masa Renaissans, memilih buah apel (yang mudah divisualkan) dalam lukisan mereka ketika melukis tema-tema yang berkaitan dengan “Taman Surga (Gardens of Eden)”. Akhirnya hasil lukisan ini dipercaya sampai sekarang sebagai tafsir “buah terlarang” yang dimakan Adam dan Hawa adalah “buah apel”.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4DKoeppel kemudian mengajukan keberatannya, masalahnya tidak semua ilmuwan atau para sarjana di luar zaman Renaissans sepakat menafsirkan buah itu sama dengan apel. Menurut Koeppel, harusnya buah itu dilukiskan sebagai “buah pisang“. Sarjana yang religious dari Swedia, bernama “Carolus Linnaeus”, yang dikenal sebagai “Bapak Ilmuwan Taksonomi Modern” pada abad ke-18 pertama kali memperkenalkan pisang sebagai “buah surga” yang dimakan Adam dan Hawa. Dalam katalog inventaris yang ia susun (memuat data 4.000 spesies fauna dan 7.000 spesies tumbuhan), Carolus Linnaeus memberikan nama bahasa Latin “Musa sapentium” untuk nama ilmiah pisang kuning manis, yang maknanya “bijaksana” (atau pohon pengetahuan dalam bahasa Alkitab) dan nama “Musa paradisiaca” yang bermakna “pisang dari surga” untuk jenis pisang hijau (pisang raja).
Linnaeus memilih kata “Musa” untuk keluarga pisang-pisangan, karena kata itu berasal dari bahasa Arab yakni “mauz” yang maknanya “buah”. Koeppel kemudian menguatkan bahwa pisang memang adalah pohon surga dengan mengkaitkan informasi dari Al-Qur’an (tepatnya dalam Surat Al-Wāqi‘ah/56: 29–33). Koepel menjelaskan bahwa teks suci Islam itu, menyebut buah surga itu dengan kata “tahl” dari bahasa Arab Kuno yang maknanya “Pisang”. Teks itu menggambarkan pohon yang “buahnya menumpuk satu di atas yang lain, dalam naungan yang panjang ... yang musimnya tidak terbatas, dan pasokannya tidak akan terputus.” Koeppel membenarkan bahwa deskripsi itu cocok dengan cincin konsentris pada tandan pisang dan rentang hidup multigenerasi itu, juga menjadi ciri khas dari tanaman pisang.
Koeppel kembali menjelaskan analisisnya. Dalam Alkitab Yudeo-Kristen, dikatakan setelah memakan buah terlarang itu, Adam dan Hawa tiba-tiba dalam kondisi telanjang. Mereka kemudian menutupi auratnya dengan menggunakan “daun ara (fig leavesatau bahasa Latinnya Ficus carica)”. Dalam kasus ini, Koeppel menilai hal itu bukan kekeliruan penerjemahan fig leaves menjadi “daun ara”, melainkan merupakan suatu “kesalahpahaman”. Koeppel mengajak pembaca menganalisis bahwa daun ara terlalu kecil untuk dijadikan penutup aurat. Ia menilai daun pisang lebih cocok, hal ini didukung fakta bahwa sampai saat ini daun pisang masih digunakan untuk membuat pakaian (juga sebagai tali, alas tidur, dan payung) di berbagai belahan dunia.
Koeppel juga berargumen bahwa sepanjang sejarah pisang selalu disebut sebagai “figs(ara)”. Buktinya, Alexander Agung dan para penjelajah Spanyol sepulang dari dunia baru sama-sama membawa sampel buah pisang ke Eropa dan menyebut buah itu sebagai “figs of Eve (ara dari Hawa)”. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat arkeolog Alkitab, Schneir Levin, jika mengacu pada terjemahan langsung Kitab Taurat berbahasa Ibrani Kuno, menurut klaim Koeppel dalam bukunya.
Menariknya, analisis dan argumen Koeppel sembilan tahun berikutnya dikuatkan oleh data baru dari Profesor Dr. Rabbi “Ari Z. Zivotofsky” (2017) dari Universitas Bar-Ilan di Israel dalam artikelnya yang berjudul “What’s The Truth About … The Apple in the Garden of Eden?”. Dikatakan dalam artikel itu, bahwa pada tahun 1277 Masehi, seorang bernama Nathan Hame’ati menerjemahkan karya medis dari Rabi Moshe ben Maimon (Rambam) atau yang dikenal dengan Abu Imran Musa bin Maimun bin Abdullah al-Qurtubi al-Israili, dalam karyanya yang berjudul “Pirkei Moshe(Kata Mutiara Musa)”. Di bagian yang merinci efek obat dari buah pisang (20:88), Nathan HaMe'ati menyebut buah itu sebagai “apel dari surga (apple of Eden)”.
Kemudian, pada abad ke-16, seorang rabi (pendeta) Yahudi bernama Menachem de Lonzano, dalam karyanya yang berjudul “Ma'arich” (sebuah karya yang menjelaskan kata-kata asing dalam literatur para rabi Yahudi) mengatakan, bahwa pisang adalah buah yang terkenal di Syiria dan Mesir, yang oleh orang Arab disebut "Apel Surga (the apple of Gan Eden)". Oleh sebab itu saat ini, beberapa pisang dikenal dengan nama latin Musa paradisiaca(buah surga) dan Musa sapientum (buah pengetahuan). Tafsir bahwa buah terlarang, buah pengetahuan atau buah surga adalah pisang menjadi hal mainstream di Eropa setidaknya pada abad ke 12 Masehi.
LEBIH DEKAT DENGAN POHON PISANG
Sumber: www.id.pinterest.com
Dikutip dari buku “Tanaman Kultural dalam Perspektif Adat Jawa: Kajian Aspek Filosofi, Konservasi dan Pemanfaatan Tanaman dalam Kultur dan Tradisi Jawa”karya Purnomo (2013), dijelaskan jika pisang (Musa Paradisiaca L.) adalah tanaman asli Asia Tenggara yang mudah tumbuh dan terdapat di mana-mana. Secara ekologis ia tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1.800 mdpl. Pisang sendiri adalah jenis tanaman herba besar, yang dapat tumbuh hingga mencapai 9 m. Daunnya bisa tumbuh mencapai panjang 150-400 cm dengan lebar mencapai 70-100 cm. Sedangkan bunganya oleh masyarakat kita disebut “jantung pisang”. Yakni merupakan bunga majemuk berbentuk sisir yang muncul di atas batang semu.
MANFAAT SI BUAH SURGA SECARA KLINIS DAN EKONOMIS
Sumber: www.cookpad.com
Tidak heran jika pisang disebut buah surga. Tumbuhan ini memiliki segudang manfaat bagi manusia baik secara klinis maupun ekonomis. Dilansir dari artikel Yayun Siti Rochmah dan Minidian Fasitasari (2014) yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Pengetahuan Bagi Ibu-Ibu PKK Kelurahan Penggaron Lor tentang Pemanfaatan Tanaman Pisang sebagai Media Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut”, dijelaskan jika pisang memiliki kandungan gizi berupa kalsium, magnesium, fosfor, dan lain-lain, yang bermanfaat untuk mencegah osteomalasia dan osteoporosis, meningkatkan kecerdasan otak, melindungi kerusakan gigi, mencegah dan mengobati anemia, menjaga kesehatan mata, mengobati peradangan syaraf, mengobati sembelit dan diare, serta mengatasi depresi.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4DPisang juga disebut-sebut sebagai bahan pengobatan tradisional Hindu. Misal dalam buku berjudul “Ayurveda: Ilmu Pengobatan Tradisional India”karya Vaidya Bhagwam Dash dan Suhasini Ramaswamy (2006), pisang bahkan disebut dalam ilmu pengobatan kuno dari Asia Selatan yang disebut “Ayurveda”. Dalam Ayurveda, dikatakan bahwa pisang adalah buah yang sangat baik dikonsumsi bagi penderita histeria dan sakit jantung. Sementara dalam Lontar Taru Pramana disebutkan bahwa Empu Kuturan (seorang Dukun Sidhiwakia) dari Bali bertapa di suatu kuburan angker. Tujuan Empu Kuturan bertapa karena ia sedih dan kecewa sebab banyak pasiennya yang meninggal tak dapat ia tolong. Ia merasa kecewa dan gagal sebagai dukun, itu sebabnya ia bertapa hendak memohon petunjuk kepada Dewata agar mendapatkan obat ampuh bagi kesehatan manusia. Tak lama berselang, berbicaralah pohon kepuh (Sterculia foetida) bahwa adik-adiknya yang berjumlah 202 tanaman akan memberitahukan khasiatnya masing-masing kepada Empu Kuturan.
Adik pohon kepuh yang nomor 97 yakni “pisang lumut atau pisang hijau” memberitahu Empu Kuturan bahwa ia dapat dijadikan jamu untuk mengobati sakit menstruasi. Sedangkan adik pohon kepuh nomor 143 dari jenis pisang juga yakni, “pisang mas” memberitahu Empu Kuturan bahwa ia dapat digunakan sebagai obat sakit berak berdarah dan bernanah. Demikianlah informasi tersebut dikutip dari buku “Tumpek Panguduh (Hari Suci Tumbuh-Tumbuhan)”karya Ni Made Sri Arwati (2011). Sedangkan untuk manfaat ekomisnya bagi manusia, pohon pisang bisa didayagunakan mulai dari daun, batang dan buahnya. Untuk daunnya bisa digunakan sebagai pembungkus, sedangkan inti dari batangnya (ares) bisa digunakan untuk sayur, dan untuk buahnya bisa digunakan untuk keripik, jus, selai, pisang goreng atau rebus, tepung, kolak, gaplek, sale pisang dan gethuk pisang. Demikianlah manfaat ekonomis pisang seperti yang dijelaskan Purnomo (2013).
PISANG DALAM MITOS DAN BUDAYA
Pisang tidak lepas dari mitos dan kepercayaan dalam berbagai kebudayaan baik di Indonesia sendiri maupun di luar. Dalam buku “Filosofi Rumah Jawa: Mengungkap Makna Rumah Orang Jawa”karya Asti Musman (2017) dijelaskan bahwa menurut mitos, pohon pisang pantang ditanam di depan dan samping rumah karena dapat menimbulkan energi negatif berupa hawa panas (prungsang) bagi penghuninya. Batang pisang bisa digunakan untuk landasan pertunjukan wayang dan memandikan jenazah karena dipercaya bisa menolak/menyerap bisa/penyakit (nolak wisa), apabila yang meninggal itu mengidap penyakit menular. Saat jamasan (ritual memandikan) keris, batang pohon pisang digunakan sebagai alas penawar racun dari keris. Air perasan parutan hati pisang dapat mengobati gigitan ular berbisa. Daun pisang dapat digunakan sebagai tempat sesaji dan selamatan. Buah pisang juga digunakan sebagai pelengkap ritual adat.SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D
Purnomo (2013) juga menjelaskan mitos lainnya bahwa jenis buah pisang mas pantang dimakan orang yang menggunakan susuk. Dalam buku karya Qi Manteb Sari (2013) yang berjudul “Primbon Dewata Seri Mitoloogi Tanaman-Binatang & Makhluk Halus”, dijelaskan jika seseorang menanam pohon pisang kapok di pekarangan rumahnya maka orang itu akan sering diganggu oleh roh-roh jahat. Sedangkan jika yang ditanam adalah jenis pisang hias maka orang itu akan mengalami kesialan. Mitos lainnya, jantung pisang dipercaya dapat membantu kita melihat alam ghaib dengan cara diikat tali dari atas ke bawah. Sedangkan dalam mitologi Hindu, menurut Shakti M. Gupta (2001) dalam bukunya yang berjudul “Plant Myths and Traditions in India (Revised and Enlarged Edition)”, dijelaskan bahwa pisang merupakan lambang kesuburan perwujudan dari Dewi Parwati, istri Dewa Siwa dan Dewi Laskmi, istri Dewa Wisnu.
FILOSOFI PISANG
Pisang adalah salah satu tanaman yang bisa menjadi guru kehidupan bagi manusia. Tanaman ini banyak sekali dijumpai nilai-nilai filosofi kehidupan. Purnomo (2013) menjelaskan jika pohon pisang tidak akan mati walau ditebang berkali-kali hingga ia berbuah. Hal ini bermakna menjadikan contoh bagi manusia agar memberikan manfaat sebelum ia meninggal. Sedangkan dalam ritual adat digunakan jenis pisang raja, karena menyimbolkan permohonan agar diberi sifat “ambeg adil paramarta berbudi bawa leksana” (menjadi orang yang memiliki sifat adil, berbudi luhur dan selalu menepati janji) dan digunakan pula jenis pisang pulut, karena menyimbolkan doa agar terhindar dari bahaya.
Di beberapa tempat di Indonesia, pisang selalu digunakan sebagai salah satu sesaji pelengkap ritual adat tradisional. Di Desa Tekorejo, Lampung, misalnya, menurut skripsi karya Yulinawati (2018) yang berjudul “Mitos Keramat Pohon Pule di Desa Tekorejo Kecamatan Buay Madang Kabupaten Ogan Komering Ulu (Oku) Timur”, dijelaskan bahwa pisang adalah salah satu komponen penting dalam “sesaji kautman” di desa tersebut. Hal ini disebabkan pisang dimaknai masyarakat setempat sebagai “simbol sukses dan tercapainya tujuan hidup manusia”. Hal senada juga dapat kita temui di ritual adat Suku Tengger di Jawa Timur. Menurut buku berjudul “Pengelolaan Lingkungan dengan Pendekatan Etnobiologi-Etnobotani”karya Jati Batoro (2015), pisang adalah salah satu tanaman penting dalam “sesaji ongkek” bersama dengan pandanwangi, piji, jagung, alang-alang, padi dan kelapa. Bagi masyarakat Tengger sesaji ongkek beserta tanaman-tanaman di dalamnya menyimbolkan “arah keberuntungan yang berlipat”.
FAKTA-FAKTA LAIN SOAL PISANG
Negara Republik Honduras di Amerika Tengah adalah penghasil pisang terbesar di dunia sehingga ia dijuluki sebagai “Republik Pisang” menurut keterangan dalam buku berjudul “Kaleidoskop 2018: Bunga Rampai Diplomasi Indonesia di Kawasan Amerika dan Eropa”. Dalam ilmu politik, istilah “republik pisang (banana republic)” adalah istilah yang menggambarkan negara tidak stabil secara politik dengan ekonomi yang bergantung pada ekspor produk sumber daya terbatas, seperti pisang atau mineral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari Z. Zivotofsky. (2017). ‘What’s The Truth About … The Apple in the Garden of Eden?’. Dalam Jewish Action: The Magazine of the Orthodox Union, Vol. 77, No. 04, Edisi Summer 5777/2017. Hal. 100-103. New York: Orthodox Union: Enhancing Jewish Life.
2. Asti Musman. (2017). Filosofi Rumah Jawa: Mengungkap Makna Rumah Orang Jawa. Bantul: Pustaka Jawi.
3. Dan Koeppel. (2008). Banana: The Fate of the Fruit That Changed the World. New York: Hudson Street Press.
4. Jati Batoro. (2015). Pengelolaan Lingkungan dengan Pendekatan Etnobiologi-Etnobotani. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press).
5. Ni Made Sri Arwati. (2011). Tumpek Panguduh (Hari Suci Tumbuh-Tumbuhan). Denpasar: Penerbit dan Percetakan Pelawa Sari.
6. Purnomo. (2013). Tanaman Kultural dalam Perspektif Adat Jawa: Kajian Aspek Filosofi, Konservasi dan Pemanfaatan Tanaman dalam Kultur dan Tradisi Jawa. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press).
7. Qi Manteb Sari. (2013). Primbon Dewata Seri Mitoloogi Tanaman-Binatang & Makhluk Halus. Surabaya: Pāramita.
8. Shakti M. Gupta. (2001). Plant Myths and Traditions in India (Revised and Enlarged Edition). New Delhi: Munshiram Manoharlal Publishers Pvt. Ltd.
9. Vaidya Bhagwam Dash dan Suhasini Ramaswamy. (2006). Ayurveda: Ilmu Pengobatan Tradisional India. (Penerjemah: Ir. Gede Ngurah Ambara). Surabaya: Penerbit Pāramita.
10. Yayun Siti Rochmah dan Minidian Fasitasari. (2014). ‘Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan pengetahuan bagi Ibu-Ibu PKK Kelurahan Penggoran Lor tentang Pemanfaatan Tanaman Pisang sebagai Media Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut’. Dalam Odonto: Dental Journal, Vol. 01, No. 02, Edisi Desember 2014. Hal. 01-05. Semarang: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
11. Yulinawati. (2018). Mitos Keramat Pohon Pule di Desa Tekorejo Kecamatan Buay Madang Kabupaten Ogan Komering Ulu (Oku) Timur. Skripsi belum diterbitkan. Bandar Lampung: Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar