Mengenal Agama asli Nusantara
Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.
Agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).
Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.
Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll. Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) adalah wadah tunggal sebagai payung bagi kumpulan-kumpulan kepercayaan.
Berikut ialah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:
1. Adat Musi (suku Talaud, Sulawesi Utara)
Tempat suci penghayat ADAT Musi.
2. Adat Papua (suku Asmat dll, Papua)
Tengkorak nenek moyang Asmat
Upacara Rambu Solo merupakan ritual kematian dalam keyakinan Aluk Todolo (Foto: coklatkita.com)
Salah seorang Sikerei di Dusun Tinambu, pedalaman Siberut, Kepulauan Mentawai, melakukan ‘turuk’, salah satu metode pengobatan tradisional Mentawai. Maturuk adalah salah satu aplikasi dari Arat Sabulungan. (Foto: Yose Hendra)
Persembahyangan umat Hindu Bali di Pura Goa Lawah, Kabupaten Klungkung, Bali
7. Hindu Jawa (suku Jawa, teristimewa suku Tengger)
Sajian Tengger, 1971.
8. Buda Tengger (suku Jawa, teristimewa suku Tengger)
Dengan pakaian adat khas Suku Tengger, mereka melakukan pujabhakti dalam tradisi Buddha Jawa Sunyata. Pujabhakti dimulai dengan sesembahan, yaitu mempersembahkan sarana puja; dupa, bunga, dan buah serta aneka sesaji pada Buddha.
9. Jingi Tiu (suku Sabu, Nusa Tenggara Timur)
Proses pembuatan perahu dalam Upacara Hole sebelum kemudian dilarung ke laut di pantai Napae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar