History of God: Pada Mulanya
Pengantar Thread
thread ini mengambil sumber dari pemikiran Karen Armstrong dimana selain ada unsur sejarah juga ada kajian filosofi ke-Tuhan-an yang hingga hari ini - sejak ada tulisan/ aksara yang mencatat tentang Tuhan - telah berusia ribuan tahun.
isinya cukup .. eh annoying wkwkwk .. bagi beberapa orang, suatu hal yang bisa dimaklumi sebab bila salah memahami bukan tak mungkin anda bisa selangkah lebih dekat ke atheism, btw ..kalimat ini sekaligus peringatan untuk seandainya membaca jagalah iman anda.
beberapa kalimat tentang "manusia menciptakan Tuhan" oleh TS sengaja diganti menjadi "pemahaman pikiran manusia akan Tuhan." juga da beberapa penambahan kalimat yang digunakan semata ubtuk memperjelas arti bila dirasa melenceng silahkan dikoreksi.
kajian aslinya sangat panjang, namun thread ini hanya sepintas membahas sisi sejarah awal mula Tuhan mulai ada dalam kehidupan manusia.. dimulai dari zaman nenek moyang animisme. pagan, agama ardhi hingga awal mula agama langit/ divine/ abrahamic religion yang dimulai dari perjalanan Abraham hingga Yahwe.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D
pada akhirnya, bagaimanapun ini namanya juga kajian/ pemikiran maka belum tentu sepenuhnya benar tapi sebagai bahan penambah pengetahuan rasanya cukup lumayan. thanks.
Pada Mulanya
pada mulanya, nenek moyang manusia yang melihat berbagai kebesaran alam semesta dan "keajaiban keajaiban" dalam kehidupan menciptakan/ mendapat pemahaman bahwasanya adalah hanya ada satu Tuhan yang merupakan Penyebab Pertama bagi segala sesuatu dan Penguasa langit dan bumi.
Dia tidak terwakili oleh gambaran apa pun dan tidak memiliki kuil atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tak memadai.
akan tetapi perlahan- lahan, sebab tak ada ritual, tata cara ibadah, peraturan dan Kitab Suci maka Tuhan nenek moyang manusia mulai memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah menjadi begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak lagi menginginkannya.
hingga akhirnya bersama berlalunya zaman bisa dikatakan Tuhan yang dipahami oleh manusia mula mula lambat laun menghilang.
begitulah, setidaknya, menurut satu teori, yang dipopulerkan oleh Wilhelm Schmidt dalam The Origin of the Idea of God, yang pertama kali terbit pada 1912. Schmidt menyatakan bahwa telah ada suatu monoteisme primitif sebelum manusia mulai menyembah banyak dewa.
pada awalnya mereka mengakui hanya ada satu Tuhan Tertinggi, yang telah menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari kejauhan. Kepercayaan terhadap satu Tuhan Tertinggi (kadang kadang disebut Tuhan Langit, karena dia diasosiasikan dengan ketinggian) masih terlihat dalam agama suku-suku pribumi Afrika.
mereka mengungkapka n kerinduan kepada Tuhan melalui doa; percaya bahwa Dia mengawasi mereka dan akan menghukum setiap dosa. Namun demikian, dia anehnya tidak hadir dalam kehidupan keseharian mereka; tidak ada kultus khusus untuknya dan dia tidak pernah tampil dalam penggambaran.
warga suku itu mengatakan bahwa dia tidak bisa diekspresikan dan tidak dapat dicemari oleh dunia manusia. Sebagian orang bahkan mengatakan dia telah “pergi”. Para antropolog berasumsi bahwa Tuhan ini telah menjadi begitu jauh dan mulia sehingga dia sebenarnya telah digantikan oleh ruh yang lebih rendah dan tuhan-tuhan yang lebih mudah dijangkau.
begitu pula, menurut teori Schmidt selanjutnya, di zaman kuno, Tuhan Tertinggi tapi sulit dipahami tersebut digantikan oleh tuhan-tuhan kuil pagan yang lebih menarik.
pada mulanya, dengan demikian, hanya ada satu Tuhan. Jika demi- kian, monoteisme merupakan salah satu ide tertua yang dikembang- kan manusia untuk menjelaskan misteri dan tragedi kehidupan.
telah banyak teori tentang asal usul agama. Namun, tampaknya menciptakan tuhan-tuhan (pemahaman pikiran manusia tentang Tuhan) telah sejak lama dilakukan oleh umat manusia. Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka akan segera diganti.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D
dalam era kita sekarang ini, beberapa orang akan mengatakan bahwa Tuhan yang telah disembah berabad-abad oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam telah menjadi sejauh Tuhan Langit. Sebagian lainnya bahkan dengan terang-terangan mengklaim bahwa Tuhan telah mati. Yang jelas dia tampak telah sirna dari kehidupan semakin banyak orang, terutama di Eropa Barat.
mereka berbicara tentang suatu “lubang yang pernah diisi oleh Tuhan” dalam kesadaran mereka karena, meski tampak tak relevan bagi sekelompok orang, dia telah memainkan peran krusial dalam sejarah kita dan merupakan salah satu gagasan terbesar umat manusia sepanjang masa.
untuk memahami apa yang telah hilang dari kita itu—jika memang dia telah hilang—kita perlu melihat apa yang dilakukan manusia ketika mereka mulai menyembah Tuhan ini, apa maknanya, dan bagaimana dia dipahami.
untuk melakukan itu, kita perlu menelusuri kembali dunia kuno Timur Tengah, tempat gagasan tentang Tuhan kita secara perlahan tumbuh sekitar 14.000 tahun silam. Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita.
metode ilimiah menyelidiki dunia seperti ini memang telah membawa banyak hasil. Akan tetapi, salah satu akibatnya adalah kita, sebagaimana yang telah terjadi, kehilangan kepekaan tentang yang “spiritual” atau “suci” seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih tradisional pada setiap tingkatannya dan yang dahulunya merupakan bagian esensial pengalaman manusia tentang dunia.
di Kepulauan Laut Selatan, mereka menyebut kekuatan misterius ini sebagaimana orang orang lain yang pernah mengalami "kejadian mistis" sebagai sebuah kehadiran atau ruh; kadang-kadang Dia dirasakan sebagai sebuah kekuatan impersonal, seperti layaknya sebentuk radioaktif atau tenaga listrik.
kekuatan ini diyakini bersemayam dalam diri kepala suku, pepohonan, bebatuan, atau hewan-hewan. Orang Latin mengalami numina (ruh-ruh) dalam semak yang dianggap suci; orang Arab merasakan bahwa daratan dipenuhi oleh jin-jin.
secara alamiah, manusia ingin bersentuhan dengan realitas ini dan memanfaatkannya, tetapi mereka juga ingin sekadar mengaguminya. Ketika orang mulai mempersonalisasi kekuatan gaib dan menjadikannya sebagai tuhan-tuhan, mengasosiasikannya dengan angin, matahari, laut, dan bintang-bintang tetapi memiliki karakteristik manusia, mereka sebenarnya sedang mengekspresikan rasa kedekatan dengan yang gaib itu dan dengan dunia di sekeliling mereka.
Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman yang menulis buku penting The Idea of the Holy pada 1917, percaya bahwa rasa tentang gaib ini (numinous) adalah dasar dari agama. Perasaan itu mendahului setiap hasrat untuk menjelaskan asal usul dunia atau menemukan landasan bagi perilaku beretika. Kekuatan gaib dirasakan oleh manusia dalam cara yang berbeda-beda—terkadang ia mengins- pirasikan kegirangan liar dan memabukkan; terkadang ketenteraman mendalam, terkadang orang merasa kecut, kagum, dan hina di hadapan kehadiran kekuatan misterius yang melekat dalam setiap aspek kehidupan.
ketika manusia mulai membentuk mitos dan menyembah dewa-dewa, mereka tidak sedang mencari penafsiran harfiah atas fenomena alam. Kisaji-kisah simbolik, lukisan dan ukiran di gua adalah usaha untuk mengungkapkan kekaguman mereka dan untuk menghubungkan misteri yang luas ini dengan kehidupan mereka sendiri; bahkan sebenarnya para sastrawan, seniman, dan pemusik pada masa sekarang juga sering dipengaruhi oleh perasaan yang sama.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D
pada periode Paleolitik, misalnya, ketika pertanian mulai berkembang, kultus Dewi Ibu mengungkapkan perasaan bahwa kesuburan yang mentransformasi kehidupan manusia sebenarnya adalah sakral. Para seniman memahat patung-patung yang melukiskannya sebagai seorang perempuan hamil telanjang yang banyak ditemukan oleh para arkeolog tersebar di seluruh Eropa, Timur Tengah, dan India.
Dewi Ibu itu tetap penting secara imajinatif selama berabad-abad. Seperti Tuhan Langit yang lama, dia kemudian masuk ke dalam kuil-kuil yang lama dan menempati posisi sejajar dengan dewa-dewa lain yang lebih tua. Dia dahulunya merupakan salah satu dewa terkuat, jelas lebih kuat daripada Dewa Langit, yang terus menjadi sosok yang remang-remang. Dia disebut Inana di Sumeria kuno, Isytar di Babilonia, Anat di Kanaan, Isis di Mesir, dan Aphrodite di Yunani.
kisah yang benar-benar mirip terdapat di semua kebudayaan ini untuk mengekspresikan peranannya di dalam kehidupan spiritual manusia. Mitos-mitos ini tidak dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah, tetapi merupakan upaya metaforis untuk menggambarkan sebuah realitas yang terlalu rumit dan pelik untuk bisa diekspresikan dengan cara lain. Kisah-kisah dramatis dan mem-bangkitkan emosi tentang dewa-dewi ini membantu manusia untuk menyuarakan perasaan mereka tentang kekuatan dahsyat, namun tak terlihat yang mengelilingi mereka.
dewa-dewa itu selanjutnya memperlihatkan kepada manusia bagaimana cara membangun kota-kota dan kuil-kuil mereka, yang merupakan salinan dari tempat mereka bersemayam di langit. Dunia suci para dewa—seperti yang sering diceritakan di dalam mitos—bukanlah sekadar sebuah ideal yang ke arah itu manusia harus menuju, tetapi merupakan prototipe eksistensi manusia; itulah pola atau arketipe orisinal yang menjadi model kehidupan kita di sini.
Dengan demikian, segala sesuatu yang ada di bumi dipandang sebagai replika dari semua yang ada di dunia ilahiah.
(catatan: Bait Allah Salomo konon juga memakai ukuran ukuran Illahi dan kabarnya juga replika dari bangunan yang ada di surga, begitu juga dengan Kabah yang konon juga ada kembarannya di surga).
inilah persepsi yang membentuk mitologi, organisasi ritual dan sosial kebanyakan kebudayan antik dan terus mempengaruhi lebih banyak masyarakat tradisional pada era kita sekarang ini. Di Iran kuno, misalnya, setiap orang atau objek di dunia jasadi (getik) diyakini mempunyai padanannya di dunia arketipal realitas suci (menok).
meniru tuhan masih menjadi ajaran agama yang penting, beristirahat pada hari Sabbath atau mencuci kaki pada hari Kamis Maundy — perbuatan-perbuatan sepele yang tidak bermakna — kini menjadi signifikan dan sakral karena orang-orang percaya bahwa perbuatan semacam itu pernah dikerjakan oleh Tuhan.
Spiritualitas yang serupa telah menjadi ciri dunia Mesopotamia kuno. Lembah Tigris-Eufrat, yang berada di wilayah pemerintahan Irak kini, telah dihuni sejak 4000 SM oleh kelompok manusia yang dikenal sebagai orang Sumeria. Mereka telah membangun salah satu kebudayaan oikumene (dunia berperadaban) terbesar pertama.
di kota-kota Ur, Erech, dan Kish, orang Sumeria mencipta aksara cuneiform mereka, membangun menara-kuil hebat yang disebut ziggurat, dan mengembangkan hukum, sastra, dan mitologi yang mengesan- kan. Tak lama berselang, kawasan itu diinvasi oleh orang Akkadian Semitik, yang kemudian mengadopsi bahasa dan peradaban Sumeria. Lalu, masih sekitar 2000 SM, orang Amorit menaklukkan peradaban Sumeria-Akkadian dan menjadikan Babilonia ibu kota mereka. Akhirnya, sekitar 500 tahun kemudian, orang Asyur bermukim di Asyur yang tak jauh dari situ lalu menguasai Babilonia pada abad kedelapan SM.
tradisi Babilonia ini juga mempengaruhi mitologi dan agama Kanaan, yang akan menjadi Tanah yang Dijanjikan bagi orang Israel kuno. Sebagaimana masyarakat di dunia kuno lainnya, orang Babilonia menisbahkan prestasi kebudayaan mereka kepada dewa-dewa yang telah mewahyukan gaya hidup mereka sendiri kepa a nenek moyang mitikal masyarakat Babilonia. Denga n demikian, Babilonia dianggap sebagai gambaran surga, setiap candinya adalah replika kerajaan langit. Keterkaitan dengan alam suci ini dirayakan setiap tahun dalam Festival Tahun Baru yang meriah, yang telah secara kukuh dikembangkan pada abad ketujuh SM. Dirayakan di kota suci Babilonia selama bulan Nisan—atau April— Festival itu secara khidmat memahkotai raja dan menahbiska n kekuasaannya untuk tahun berikutnya.
SITUS JUDI TERBAIK SLOT4D
Dengan demikian, perbuatan-perbuatan simbolik memiliki nilai sakramental; tindakan itu membuat orang Babilonia mampu menenggelamkan diri ke dalam kekuatan suci dan menjadi tempat bergantung peradaban besar mereka. Kebudayaan dirasakan sebagai sebuah pencapaian yang rentan, yang selalu bisa menjadi korban kekuatan yang mengacaukan dan memecah belah.
pada senja hari keempat Festival itu, para pendeta dan penyanyi paduan suara memenuhi bait suci untuk menyenandungkan Enuma Elish, puisi epik yang merayakan kemenangan para dewa atas kejahatan. Kisah ini bukanlah peristiwa faktual tentang asal usul fisik kehidupan di bumi, melainkan suatu upaya simbolik yang hati-hati untuk mengungkap sebuah misteri besar dan membebaskan kekuatan sucinya. Pengisahan harfiah tentang penciptaan adalah mustahil, sebab tidak ada orang yang hadir pada saat peristiwa-peristiwa yang tak ter-bayangkan itu terjadi:
mitos dan simbol dengan demikian merupakan satu-satunya cara yang sesuai untuk menjelaskannya. Pandangan sekilas atas Enuma Elish memberi kita wawasan tentang spiritualitas yang melahirkan konsep kita tentang Tuhan Pencipta berabad-abad kemudian. Meskipun kisah biblikal dan Qurani tentang penciptaan akan mengambil bentuk yang sama sekali berbeda, mitos-mitos aneh ini tidak pernah benar-benar hilang, tetapi akan kembali masuk ke dalam sejarah Tuhan di kemudian hari, dikemas dalam sebuah idiom monoteistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar